Februari 22, 2014

Sejarah Perkembangan Pengaturan Tindak Pidana Korupsi di Indonesia


Di Indonesia korupsi sudah menjadi suatu masalah yang serius dan sangat memprihatinkan. Dapat dikatakan demikian karena korupsi sudah menggerogoti dan masuk hampir disetiap lapisan masyarakat, bahkan institusi negara yang seharusnya mengabdi dan bekerja melayani masyarakat tidak kalah hebatnya dalam melakukan perbuatan tersebut. Mulai dari nominal yang kecil hingga nominal yang sangat besar, dengan cara yang terorganisir maupun secara individu. Peningkatan kasus korupsi yang semakin tinggi ini bukan hanya memberikan dampak yang buruk pada sektor perekonomian saja, karena secara luas juga dapat memberikan dampak sosial yang buruk dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Banyak dari masyarakat Indonesia yang masih berada dibawah garis kemiskinan, infrastruktur yang masih sangat tertinggal, dan pendidikan yang masih jauh dari harapan, namun banyak dari pejabat negara yang melakukan tindak pidana korupsi yang sehingga menghambat pertumbuhan bangsa dan negara. Hal ini dapat memicu adanya kesenjangan ekonomi yang sangat kentara dan mengakibatkan angka kriminalitas meningkat. Hal ini jelas merupakan gambaran nyata akan korupsi yang dapat mengancam kelangsungan kehidupan bangsa dan negara. korupsi tidak hanya berdampak pada lingkup nasional saja melainkan dapat pula mempengaruhi stabilitas Internasional. Itulah sebabnya melalui Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Korupsi dijadikan sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crime). Karena cara-cara yang biasa digunakan sudah tidak dapat lagi menyelesaikan masalah korupsi yang ada, maka harus digunakan cara-cara yang luar biasa (extra ordinary) untuk menanganinya.
Cara untuk mencegah dan memberantas laju perkembangan tindak pidana korupsi, beberapa tahap pembentukan hukum positif pun sudah dilakukan dalam perjalanannya. Beberapa contoh hukum positif yang mengatur yaitu: [1]
1.   Masa peraturan penguasa militer terdiri atas :
a.   Peraturan Penguasa Militer Nomer PRT/PM/06/1957 dikeluarkan Penguasa Militer Angkatan Darat dan berlaku untuk daerah kekuasaan angkatan darat;
b.   Peraturan Penguasa Militer Nomer PRT/PM/08/1957 berisi tentang pembentukan badan yang berwenang mewakili negara untuk menggugat secara perdata orang–orang yang dituduh melakukan berbagai bentuk perbuatan korupsi yang bersifat keperdataan (perbuatan korupsi lainnya lewat Pengadilan Tinggi. Badan yang dimaksud adalah Pemilik Harta Benda);
c.   Peraturan Penguasa Militer Nomer PRT/PM/011/1957 merupakan peraturan yang menjadi dasar hukum dari kewenangan yang dimiliki oleh Pemilik Harta Benda untuk melakukan penyitaan harta benda yang dianggap hasil dari perbuatan korupsi lainnya, sambil menunggu putusan dari Pengadilan Tinggi;
d.   Peraturan Penguasa Perang Pusat Kepala Staff Angkatan Darat Nomer PRT/PERPERU/031/1958 serta peraturan pelaksanaannya;
e.   Peraturan Penguasa Perang Pusat Kepala Staff Angkatan Laut Nomer PRT/Z.1/I/7/1958 tanggal 17 April 1958.
2.   Masa Undang–Undang 24/PRP/Tahun1960 tentang pengusutan, penuntutan, dan pemeriksaan tindak pidana korupsi. Undang–Undang ini merupakan perubahan dari Peraturan Pemerintah Pengganti Undang–Undang Nomer 24 Tahun 1960 yang tertera dalam Undang–Undang Nomer 1 Tahun 1961.
3.   Masa Undang–Undang Nomer 3 Tahun 1971 (LNRI 1971-19;TNLRI 2958) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
4.   Masa Undang–Undang Nomer 31 Tahun 1999 (LNRI 1999-40;TNLRI 387) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi kemudian diubah dengan Undang–Undang Nomer 20 Tahun 2001 (LNRI 2001-134;TNLRI 4150) tentang Perubahan Atas Undang–Undang Nomer 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Selanjutnya pada tanggal 27 Desember 2002 dikeluarkan Undang–Undang Nomer 30 Tahun 2002 (LNRI 2002-137;TNLRI 4250) tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.




[1] Evi Hartanti, Tindak Pidana Korupsi, (Jakarta : Sinar Grafika, 2005) Halaman 22-23