Di
Indonesia korupsi sudah menjadi suatu masalah yang serius dan sangat memprihatinkan.
Dapat dikatakan demikian karena korupsi sudah menggerogoti dan masuk hampir
disetiap lapisan masyarakat, bahkan institusi negara yang seharusnya mengabdi
dan bekerja melayani masyarakat tidak kalah hebatnya dalam melakukan perbuatan
tersebut. Mulai dari nominal yang kecil hingga nominal yang sangat besar, dengan
cara yang terorganisir maupun secara individu. Peningkatan kasus korupsi yang
semakin tinggi ini bukan hanya memberikan dampak yang buruk pada sektor perekonomian
saja, karena secara luas juga dapat memberikan dampak sosial yang buruk dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Banyak dari masyarakat Indonesia yang masih
berada dibawah garis kemiskinan, infrastruktur yang masih sangat tertinggal,
dan pendidikan yang masih jauh dari harapan, namun banyak dari pejabat negara yang
melakukan tindak pidana korupsi yang sehingga menghambat pertumbuhan bangsa dan
negara. Hal ini dapat memicu adanya kesenjangan ekonomi yang sangat kentara dan
mengakibatkan angka kriminalitas meningkat. Hal ini jelas merupakan gambaran
nyata akan korupsi yang dapat mengancam kelangsungan kehidupan bangsa dan
negara. korupsi tidak hanya berdampak pada lingkup nasional saja melainkan dapat
pula mempengaruhi stabilitas Internasional. Itulah sebabnya melalui
Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Korupsi dijadikan sebagai
kejahatan luar biasa (extra ordinary
crime). Karena cara-cara yang biasa digunakan sudah tidak dapat lagi
menyelesaikan masalah korupsi yang ada, maka harus digunakan cara-cara yang
luar biasa (extra ordinary) untuk
menanganinya.
Cara
untuk mencegah dan memberantas laju perkembangan tindak pidana korupsi,
beberapa tahap pembentukan hukum positif pun sudah dilakukan dalam
perjalanannya. Beberapa contoh hukum positif yang mengatur yaitu: [1]
1. Masa peraturan
penguasa militer terdiri atas :
a. Peraturan Penguasa
Militer Nomer PRT/PM/06/1957 dikeluarkan Penguasa Militer Angkatan Darat dan
berlaku untuk daerah kekuasaan angkatan darat;
b. Peraturan Penguasa
Militer Nomer PRT/PM/08/1957 berisi tentang pembentukan badan yang berwenang
mewakili negara untuk menggugat secara perdata orang–orang yang dituduh
melakukan berbagai bentuk perbuatan korupsi yang bersifat keperdataan
(perbuatan korupsi lainnya lewat Pengadilan Tinggi. Badan yang dimaksud adalah
Pemilik Harta Benda);
c. Peraturan Penguasa
Militer Nomer PRT/PM/011/1957 merupakan peraturan yang menjadi dasar hukum dari
kewenangan yang dimiliki oleh Pemilik Harta Benda untuk melakukan penyitaan
harta benda yang dianggap hasil dari perbuatan korupsi lainnya, sambil menunggu
putusan dari Pengadilan Tinggi;
d. Peraturan Penguasa
Perang Pusat Kepala Staff Angkatan Darat Nomer PRT/PERPERU/031/1958 serta
peraturan pelaksanaannya;
e. Peraturan Penguasa
Perang Pusat Kepala Staff Angkatan Laut Nomer PRT/Z.1/I/7/1958 tanggal 17 April
1958.
2. Masa Undang–Undang
24/PRP/Tahun1960 tentang pengusutan, penuntutan, dan pemeriksaan tindak pidana
korupsi. Undang–Undang ini merupakan perubahan dari Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang–Undang Nomer 24 Tahun 1960 yang tertera dalam Undang–Undang
Nomer 1 Tahun 1961.
3. Masa Undang–Undang
Nomer 3 Tahun 1971 (LNRI 1971-19;TNLRI 2958) tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi.
4. Masa Undang–Undang
Nomer 31 Tahun 1999 (LNRI 1999-40;TNLRI 387) tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi kemudian diubah dengan Undang–Undang Nomer 20 Tahun 2001 (LNRI
2001-134;TNLRI 4150) tentang Perubahan Atas Undang–Undang Nomer 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Selanjutnya pada tanggal 27
Desember 2002 dikeluarkan Undang–Undang Nomer 30 Tahun 2002 (LNRI
2002-137;TNLRI 4250) tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.